Search This Blog

Wednesday, May 28, 2014

Teori Semiotika


Semiotika berasal dari kata Yunani “Semion” yang berarti tanda. Menurut Pialang, semiotika sebagai metode kajian dalam berbagai cabang keilmuan dimungkingkan karena kecenderungan untuk memandang wacana sosial sebagai fenomena bahasa. Dengan kata kata lain bahasa dapat dijadikan model dalam berbagai wacana sosial maupun politik. Berdasarkan Semiotika bila seluruh praktik sosial dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, semuanya juga dapat di pandang sebagai tanda. Hal ini di mungkinkan karena luasnya pengertian tanda itu sendiri 
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign) berfungsi tanda, dan produksi makna. Tanda adalah suatu bagi seseorang berarti sesuatu bagi yang lain. Dalam pandangan Zoest, segala sesuatu yang dapat di amati atau dibuat teramati dapat di sebut tanda. Karena itu tanda tidaklah terbatas pada benda. Adanya peristiwa, struktur yang ditemukan dalam sesuatu suatu kebiasaan, semua ini dapat disebut tanda.
Menurut Saussure, tanda sebagai kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan, seperti halnya selembar kertas. Dimana ada tanda di sana ada system. Artinya, sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempuanyai dua aspek yang di tangkap oleh indra kita yang disebut dengan signifier, bidang penanda atau bentuk dan aspek lainnya yang disebut signified bidang petanda atau konsep atau makna.
Tanda kan selalu mengacu pada (mewakili) suatu hal (benda) yang lain di sebut referent seperti lampu merah yang mengacu pada jalan berhenti.
Dua tokoh Semiotika yaitu Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Charles Sander Pierce (1839-1914). Semiologi menurut Sassure pada anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama berfungsi sebagai tanda di belakangnya harus ada sistem perbedaan dan konvensi yang memungknkan makna itu. Dimana ada tanda disitu ada sistem. Sedangkan bagi Pierce ilu yang dibangunnya sebagai semiotika (semiotic). Bagi Pierce penalaran manusia senantiasa lewat tanda. Artinya manusia hanya dapt bernalar dengan tanda (Berger 2000:10)
Menurut Pierce, tanda (representamen) ialah suatu yang dapat mewakili suatu yang lain dalam batasan tertentu. Tanda akan selalu mengacu pada suatu yang lain, oleh pierce disebut objek (detotatum). Tanda baru berfungsi bila di interpretasikan dalam bentuk penerima tanda melalui inetrpretant. Jadi interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda. Hubungan ketiga unsur yang ditemukan Pierce terkenal dengan nama segitiga semiotic (tryadic semiotic).
Dalam teori Pierce kemudian dibagi menjadi beberapa tanda agar bisa dikenal yaitu:
Ground adalah sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Pierce tanda (ground) dibagi menjadi;
1)Qualisign adalah kualitas yag ada pada tanda.
2)Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda misal kata keruh pada kata “air sungai keruh” yang menandakan bahwa ada hujan pada di hulu sungai.
3)Legisign adalah normal yang dikandung oleh tanda, misal rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia.
sedangkan berdasarkan objeknya, pierce membagi tanda menjadi tiga segitiga semiotic (tryadic semiotic); Icon, Indeks, Symbol. Ikon adalah tanda yang antara tanda dengan acuannya ada hubungan kemiripan dan biasa disebut metafora. Contoh ikon adalah potret. Bila ada hubungan kedekatan eksistensi, tanda demikian disebut indeks. Tanda seperti ini disebut metonimi. Contih indeks adalah tanda panah penujuk arah bawah di sekitar tempat itu ada bangunan tertentu. Langit berawan tanda hari akan hujan. Symbol adalah tanda yang di akui keberadaannya berdasarkan hokum konvensi. Contoh symbol adalah bahasa tulisan. Ikon, indeks, dan symbol merupakan perangkat hubungan antara dasar (bentuk), objek (referent), dan konsep (interpretant atau reference).
Bentuk (slogan dan motto) biasanya menimbulkan persepsi pembaca (masyarakat) terhadap pasangan capres dan cawapres sehingga setelah dihubungkan dengan objek akan menimbulkan interpretan (pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda) . Proses ini merupakan proses kognitif yang terjadi dalam memahami pesan jargon dan motto dalam iklan capres dan cawapres .
Dalam penelitian, penulis ingin ingin mengungkapkan makna maupun simbol-simbol dari suatu teks. Menurut Endraswara (2003 : 161 menegaskan bahwa tujuan dari analisis isi ialah inferensi yang diperoleh melalui identifikasi maupun penafsiran . untuk menganalisis jargon dan motto kampanye capres dan cawapres ini akan didasarkan pada semiotik Charles Sanders Pierce. Berdasarkan konsep tryadic Charles Sanders Pierce, melalui ikon, indeks dan simbol dan tentunya akan berlanjut pada eksplorasi makna berkelanjutan dengan fakta dan realitas sosial yang ada.



Kajian Semiotika pada Iklan Biskuat


Teori Semiotika
Semiotika Adalah
Bahaya televisi Bagi anak
Aturan Konglomerasi Media Di Indonesia 
Intervensi Pemilik Media "Konglomerasi Media"
Bahaya Konglomerasi Media
Dampak Konglomerasi Media 
Regulasi atau Aturan Konglomerasi Media Di Indonesia 
Degradasi Moral dan Televisi 
Bahaya Televisi 
Pengusaha yang mempunyai banyak media 

0 comments:

Post a Comment