Semiotika berasal dari kata Yunani “Semion” yang berarti
tanda. Menurut Pialang, semiotika sebagai metode kajian dalam berbagai cabang
keilmuan dimungkingkan karena kecenderungan untuk memandang wacana sosial
sebagai fenomena bahasa. Dengan kata kata lain bahasa dapat dijadikan model
dalam berbagai wacana sosial maupun politik. Berdasarkan Semiotika bila seluruh
praktik sosial dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, semuanya juga dapat di
pandang sebagai tanda. Hal ini di mungkinkan karena luasnya pengertian tanda
itu sendiri
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign)
berfungsi tanda, dan produksi makna. Tanda adalah suatu bagi seseorang berarti
sesuatu bagi yang lain. Dalam pandangan Zoest, segala sesuatu yang dapat di
amati atau dibuat teramati dapat di sebut tanda. Karena itu tanda tidaklah
terbatas pada benda. Adanya peristiwa, struktur yang ditemukan dalam sesuatu
suatu kebiasaan, semua ini dapat disebut tanda.
Menurut Saussure, tanda sebagai kesatuan dari dua bidang
yang tidak dapat dipisahkan, seperti halnya selembar kertas. Dimana ada tanda
di sana ada system. Artinya, sebuah tanda (berwujud kata atau gambar)
mempuanyai dua aspek yang di tangkap oleh indra kita yang disebut dengan
signifier, bidang penanda atau bentuk dan aspek lainnya yang disebut signified
bidang petanda atau konsep atau makna.
Tanda kan selalu mengacu pada (mewakili) suatu hal (benda)
yang lain di sebut referent seperti lampu merah yang mengacu pada jalan
berhenti.
Dua tokoh Semiotika yaitu Ferdinand de Saussure (1857-1913)
dan Charles Sander Pierce (1839-1914). Semiologi menurut Sassure pada anggapan
bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama
berfungsi sebagai tanda di belakangnya harus ada sistem perbedaan dan konvensi
yang memungknkan makna itu. Dimana ada tanda disitu ada sistem. Sedangkan bagi
Pierce ilu yang dibangunnya sebagai semiotika (semiotic). Bagi Pierce penalaran
manusia senantiasa lewat tanda. Artinya manusia hanya dapt bernalar dengan
tanda (Berger 2000:10)
Menurut Pierce, tanda (representamen) ialah suatu yang dapat
mewakili suatu yang lain dalam batasan tertentu. Tanda akan selalu mengacu pada
suatu yang lain, oleh pierce disebut objek (detotatum). Tanda baru berfungsi
bila di interpretasikan dalam bentuk penerima tanda melalui inetrpretant. Jadi
interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda.
Hubungan ketiga unsur yang ditemukan Pierce terkenal dengan nama segitiga
semiotic (tryadic semiotic).
Dalam teori Pierce kemudian dibagi menjadi beberapa tanda
agar bisa dikenal yaitu:
Ground adalah sesuatu yang digunakan agar tanda bisa
berfungsi, oleh Pierce tanda (ground) dibagi menjadi;
1)Qualisign adalah kualitas yag ada pada tanda.
2)Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang
ada pada tanda misal kata keruh pada kata “air sungai keruh” yang menandakan
bahwa ada hujan pada di hulu sungai.
3)Legisign adalah normal yang dikandung oleh tanda, misal
rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh
dilakukan manusia.
sedangkan berdasarkan objeknya, pierce membagi tanda menjadi
tiga segitiga semiotic (tryadic semiotic); Icon, Indeks, Symbol. Ikon adalah
tanda yang antara tanda dengan acuannya ada hubungan kemiripan dan biasa
disebut metafora. Contoh ikon adalah potret. Bila ada hubungan kedekatan
eksistensi, tanda demikian disebut indeks. Tanda seperti ini disebut metonimi.
Contih indeks adalah tanda panah penujuk arah bawah di sekitar tempat itu ada
bangunan tertentu. Langit berawan tanda hari akan hujan. Symbol adalah tanda
yang di akui keberadaannya berdasarkan hokum konvensi. Contoh symbol adalah
bahasa tulisan. Ikon, indeks, dan symbol merupakan perangkat hubungan antara
dasar (bentuk), objek (referent), dan konsep (interpretant atau reference).
Bentuk (slogan dan motto) biasanya menimbulkan persepsi
pembaca (masyarakat) terhadap pasangan capres dan cawapres sehingga setelah
dihubungkan dengan objek akan menimbulkan interpretan (pemahaman makna yang
muncul dalam diri penerima tanda) . Proses ini merupakan proses kognitif yang
terjadi dalam memahami pesan jargon dan motto dalam iklan capres dan cawapres .
Dalam penelitian, penulis ingin ingin mengungkapkan makna
maupun simbol-simbol dari suatu teks. Menurut Endraswara (2003 : 161 menegaskan
bahwa tujuan dari analisis isi ialah inferensi yang diperoleh melalui
identifikasi maupun penafsiran . untuk menganalisis jargon dan motto kampanye
capres dan cawapres ini akan didasarkan pada semiotik Charles Sanders Pierce.
Berdasarkan konsep tryadic Charles Sanders Pierce, melalui ikon, indeks dan
simbol dan tentunya akan berlanjut pada eksplorasi makna berkelanjutan dengan
fakta dan realitas sosial yang ada.
Kajian Semiotika pada Iklan Biskuat
Teori Semiotika
Semiotika Adalah
Bahaya televisi Bagi anak
Aturan Konglomerasi Media Di Indonesia
Intervensi Pemilik Media "Konglomerasi Media"
Bahaya Konglomerasi Media
Dampak Konglomerasi Media
Regulasi atau Aturan Konglomerasi Media Di Indonesia
Degradasi Moral dan Televisi
Bahaya Televisi
Pengusaha yang mempunyai banyak media
0 comments:
Post a Comment